Jakarta – Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Barisan Pemuda Nusantara (BAPERA) Provinsi Jawa Barat, meminta kepada kepala daerah di Jabar agar mengikuti langkah gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang mencabut izin Holywings. Hal itu menyusul adanya kasus dugaan menistaan agama yang dilakukan oleh karyawan club tersebut.
Ketua DPD BAPERA Jabar Raden Andreas Nandiwardhana mengatakan, langkah yang diambil oleh Pemprov DKI sudah tepat untuk menjawab keresahan publik terkait dengan model promosi yang dilakukan oleh Holywings. Oleh karenanya, Andreas berharap kepala daerah yang ada di Jawa Barat dapat mencabut izin operasional Holywings.
“Model promosi dalam bisnis tentunya bagaimana dibuat agar menarik simpati publik. Namun yang lebih penting adalah tidak melanggar etika moral. Terlebih lagi bila menyinggung SARA, itu tentunya sangat tidak diperbolehkan,” ujar Andre kepada wartawan di Jakarta, Rabu (29/6/2022).
Andre juga meminta pihak kepolisian untuk mengusut manajemen Holywings agar ikut bertanggungjawab atas kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan oleh karyawannya tersebut.
“Kami mendesak aparat kepolisian untuk memeriksa manajemen Holywings untuk bertanggungjawab. jadi jangan hanya karyawan yang dikorbankan. Karena segala kebijakan perusahaan tentunya sebelumnya diketahui terlebih dahulu oleh atasan. Sedangkan karyawan hanya sebagai pelaksana,” tandas Andre.
Kendati demikian, terkait dengan kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan oleh karyawan Holywings, Andre mengimbau kepada seluruh anggota BAPERA di Jawa Barat agar menjaga kondisifitas wilayah dan terus mengawal proses hukum terhadap pelaku penista agama.
“Ormas BAPERA cinta damai, jadi kami mengimbau kepada seluruh anggota agar tidak melakukan cara-cara yang dapat memperkeruh suasana. Terkait dengan penanganan kasus Holywings kami percayakan kepada lembaga penegak hukum,” imbau Andre.
Sebelumnya, kasus Holywings terkait adanya promosi miras berbau SARA tengah ramai menjadi perbincangan masyarakat, 6 Karyawan Holywings ditetapkan menjadi tersangka.
Holywings diduga melecehkan agama dengan mempromosikan minuman memakai nama ‘Muhammad’ dan ‘Maria’ untuk dua jenis minuman keras atau miras. Holywings memberikan minuman berakohol secara gratis untuk orang yang bernama Muhammad dan Maria sesuai dengan nama minuman keras yang mereka buat.
Akibat kasus dugaan penistaan agama tyersebut, kepolisian menetapkan enam karyawan bagian promosi Hoywings sebagai tersangka pada Jumat, (24/6/2022). Dalam pernyataannya Kapolres Metro Jakarta Selatan, Kombes Pol Budhi Herdi Susianto juga menyebut direktur kreatif Holywings yang inisial EJD adalah salah satu tersangka dalam kasus ini.
Dijelaskan bahwa keenam tersangka merupakan karyawan pada divisi kampanye, divisi production house, divisi desain grafik designer dan divisi media sosial di Holywings.
“Jadi ini jabatan tertinggi beliau sebagai direksi. Perannya adalah mengawasi empat divisi, yaitu Divisi Kampanye, Divisi Production House, Divisi Grafik Designer, dan Divisi Sosial Media,” ujar Kombes Budhi Herdi Susianto pada Jumat, (24/6/2022).
Budhi Herdi Susianto juga menjelaskan siapa saja keenam tersangka tersebut, diantaranya:
Tersangka yang berinisial EJD (27) selaku Direktur Kreatif Holywings;
Tersangka yang berinisial NDP (36) selaku desain program dan meneruskan ke tim kreatif;
Tersangka yang berinisial DAD (27) selaku pembuat desain promo yang viral;
Tersangka yang berinisial EA (22) selaku tim admin yang mengunggah promosi di media sosial;
Tersangka yang berinisial AAB (25) selaku socmed officer;
Tersangka yang berinisial AAM (25) selaku admin tim promosi yang memberi request.
Budhi Herdi Susianto juga menjelaskan bahwa motif tersangka melakukan hal tersebut adalah untuk menarik pengunjung untuk datang ke outlet Holywings.
“Adapun motif dari para tersangka adalah mereka membuat konten-konten tersebut untuk menarik pengunjung datang ke outlet Holywings, khususnya di outlet yang persentase penjualannya di bawah target 60 persen,” ujarnya
Pasal yang disangkakan kepada tersangka adalah Pasal 14 Ayat 1 dan Ayat 2 UU RI No 1 Tahun 1946 dan atau Pasal 156 atau Pasal 156a KUHP, serta Pasal 28 Ayat 2 UU RI No 19 tahun 2016 tentang perubahan atas UU RI No 11 Tahun 2008 tentang ITE. Adapun ancaman hukumannya yakni penjara untuk mereka paling lama 10 tahun.(ma)