Jakarta – Deputi Bidang Koordinasi Penguatan Karakter dan Jati Diri Bangsa Kemenko PMK, Warsito, menegaskan pembangunan Masjid Salamad Indonesia di Vietnam bukan sekadar pembangunan fisik, melainkan bagian dari diplomasi **government to government** (G to G) dan **people to people** (P to P) yang terintegrasi.
Hal tersebut disampaikan Warsito saat memimpin rapat evaluasi progres pembangunan masjid secara daring, Rabu (17/9/2025).
“Kita tidak hanya membangun masjid secara fisik, tapi merupakan bagian dari diplomasi G to G secara utuh dalam konteks ekonomi maupun hubungan sosial P to P,” kata Warsito.
Ia menyampaikan apresiasi atas dukungan berbagai pihak dan mengajak semua pemangku kepentingan lebih proaktif menyukseskan pembangunan yang kini sudah mencapai lebih dari 85% sejak peletakan batu pertama pada 27 Juni 2024.
Warsito menekankan keberhasilan proyek ini tidak hanya diukur dari penyelesaian fisik bangunan, tetapi juga dari laporan administrasi yang transparan. Humanitarian Forum Indonesia (HFI) sebagai koordinator filantropi diminta mengonsolidasikan laporan progres dari mitra seperti Lazismu dan BAZNAS untuk disampaikan kepada donatur maupun jamaah.
Lebih lanjut, ia mendorong penyusunan roadmap terpadu pasca peresmian masjid yang melibatkan Kemenlu, KBRI, KJRI, Kemenag, dan mitra filantropi. Roadmap tersebut diharapkan memperkuat diplomasi G to G dan P to P sekaligus membuka peluang diplomasi industri halal.
“Semuanya nanti teman-teman Kemlu, KBRI, KJRI diharapkan berperan dalam penyusunan roadmap tersebut, termasuk Kemenag dan teman-teman filantropi sangat dibutuhkan kiprah dan kontribusi lanjutannya,” tegasnya.
Warsito juga mengingatkan pentingnya kepastian skenario peresmian yang ditargetkan dapat digelar pada Oktober atau November 2025.
Dukungan turut disampaikan Kementerian Agama yang siap membantu pengelolaan Masjid Salamad melalui penyediaan kaligrafi, pelatihan takmir, dan program imarah masjid. Program ini sejalan dengan kebijakan Masjid Berdaya dan Berdampak (MADADA) yang tengah digalakkan Kemenag.
Menutup rapat, Warsito menegaskan pentingnya kesatuan identitas nasional dalam proyek ini.
“Identitas kita adalah satu, yaitu Indonesia. Pembangunan ini adalah hasil gotong royong berbagai pihak—filantropi, BAZNAS, Lazismu, Kemenag, Kemlu, KBRI, KJRI—yang semuanya berperan sesuai tupoksinya, namun kita tetap satu,” ujarnya.
Rapat daring ini dihadiri perwakilan BAZNAS, Humanitarian Forum Indonesia, Daarut Tauhid Peduli, Rumah Zakat, Human Initiative, dan Dompet Dhuafa. Dari unsur pemerintah hadir Kuasa Usaha Ad Interim KBRI Hanoi, Acting Konjen RI Ho Chi Minh City, pejabat Kemenko PMK, Kemenag, serta para diplomat dari Kementerian Luar Negeri. (**)



























