Jakarta – Seniman Jodhi Yudono helat acara nyanyian puisi dalam mengenang pujangga Chairil Anwar dan WS Rendra, di gedung PDS HB Yassin, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Rabu (27/07/22).
Jodhi Yudono menyanyikan lagu sekaligus berpuisi dalam perhelatan tersebut bersama Paramitha Rusady, Fryda Lucyana, Sandy Nayoan juga Mahagenta dan PS Poltek Universitas Indonesia.
Dalam acara tersebut 14 puisi dilantunkan oleh Jodhi Yudono yang juga ketua umum Ikatan Wartawan Online dan para bintang tamu.
Paramitha Rusady dalam acara tersebut mengungkapkan bahwa dirinya telah mendukung perform Jodhi Yudono untuk ketiga kalinya.
“Menghidupkan kembali puisi dan musik balada seperti dahulu, ketika dulu kita bisa bermain gitar saja bisa mencurahkan perasaan kita. Saya senang sekali dan bangga sekali punya teman (Jodhi) yang punya eksistensi dan konsisten”, ungkap Paramitha Rusady.
Sementara itu Jodhi Yudono diawal melantunkan lagu sekaligus puisi berjudul Doa karya Chairil Anwar yang tepat kemarin berusia 100 tahun.
Bersama dengan Paramitha Rusady, Jhodi melantunkan lagu nya yaitu Ketulusanmu dan Sepasang Kupu-kupu Ungu, juga lagu Pada Sebuah Teluk. Sandy Nayoan tak kalah seru dengan berpuisi “Pamflet Cinta”, dan Fryda Lucyana juga dengan “Kangen” mahakarya WS Rendra.
Mahagenta melantunkan lagu puisi “Derai-derai Cemara” mahakarya Chairil Anwar juga menghipnotis para penonton, tim Seni Politeknik Negeri Universitas Indonesia turut serta mengisi acara penuh semangat mewarnai acara nyanyian puisi di Taman Ismail Marzuki Jakarta tersebut.
Membuka konser dengan nyanyian “Doa” dari puisi karya Chairil Anwar, Jodhi Yudono yang ditemani Tia (biola) dan Ronal (perkusi), nampak hikmat memainkan gitar seraya bernyanyi.
Petikan gitar Jodhi yang lembut dibarengi gesekan biola Tia, membuat intro lagu ini terasa magis. “Tuhanku.. dalam termangu aku masih menyebut namamu, biar susah sungguh..” suara Jodhi yang berat seperti merasai kesadaran Chairil untuk tunduk dan sujud pada Sang Khalik.
Sampai interlude, Jodhi kembali memetik gitarnya dengan gaya klasik, sebelum akhirnya membawa penonton ke klimaks yang getir.(**)