Trenggalek – Lahirnya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 17 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Lobster, Kepiting dan Rajungan di Wilayah Negara Republik Indonesia diharapkan dapat meningkatkan perekonomian nelayan malah membuat nelayan penangkap benih bening lobster (BBL) menjerit.
Meski setuju ekspor BBL dihentikan dan melakukan pengembangan budidaya lobster dalam negeri namun mereka menuntut aturan lalu lintas BBL ukuran 5 gram pada Permen KP 17/2021 agar dikaji kembali.
Pasalnya ketika aturan ini berjalan, nelayan tangkap terutama di wilayah perairan sumber benih yang tidak ada pembudidaya lobster menjadi mati. Mereka harus membesarkan BBL hingga ukuran 5 gram baru mendapatkan penghasilan.
Sedangkan proses pembesaran alias pendederan BBL mencapai ukuran lalu lintas ditentukan Permen KP 17/2021 memerlukan teknik khusus, modal dan waktu hingga 2 bulan.
Seperti diungkapkan Nelayan di Trenggalek, Jawa Timur, Chairul Anam melontarkan keluh-kesahnya dan merasa dirugikan terkait terbitnya Permen KP 17/2021 tersebut, yang melarang lalu lintas BBL di bawah 5 gram.
“Sangat merugikan dari sisi penjualan. Buat makan keluarga saja susah apalagi harus menunggu dua bulan untuk pendederan (pembesaran,-red). Kalau sebelumnya benih di bawah itu kan sudah bisa jual ke pembudidaya buat kasi makan keluarga,” ungkap Chairul yang akrab disapa Putro ketika dihubungi melalui sambungan telepon, Kamis (15/7).
Ditambahkan Chairul, Permen KP 27/2021 tersebut mungkin lebih cocok diterapkan untuk budidaya tapi bagi nelayan mesti menunggu lama untuk dijual antar provinsi. “Tapi kalau untuk satu provinsi saja kan tidak mencukupi untuk kapasitas pembudidaya lho,” ujarnya mengingatkan.
Ketika dimintai tanggapan dan harapannya kepada pemerintah pusat dalam hal ini Presiden Jokowi, ia meminta agar Permen KP 17/2021 tersebut dikaji ulang.
“Saya mohon dan minta tolong pak Presiden mengkaji ulang Permen tersebut. Hal ini juga banyak dikeluhkan nelayan tangkap lainnya yang berjumlah 46 kelompok usaha bersama (KUB) di Trenggalek,” harapnya cemas.
Tempat terpisah Heri Prasetyo dari KUB Watangan 1 di Puger Kulon Jember Jawa Timur melalui sambungan telpon mengatakan keadaan senada. Pihaknya bersama nelayan lain kecewa, aturan lalu lintas BBL dinilai malah membunuh nelayan tangkap di tengah masa sulit.
Heri menjelaskan, selama ini kelompok nelayan tangkap tidak mengerti teknik pendederan. Sementara di daerahnya tidak ada pembudidaya lobster lantaran laut selatan ombaknya besar. Dan hasil tangkapan harus dikirim ke daerah lain yang ada pembudidaya lobster.
“Kami kan harus mengeluarkan modal lagi di tengah ekonomi susah saat pandemi COVID-19 begini. Dari mana kami dapat ?. Pembudidaya juga tidak berani memberi kami uang muka. Lagian jika dikirim, SKB (Surat Asal Benih) juga tidak berani dikeluarkan dinas, katanya belum ada juknisnya. Dan kami mentok. Bagaimana sih ini aturan kok bertentangan dengan visi membangun budidaya lobster dalam negeri,” ungkap Heri Prasetyo.[MA]