Jakarta – Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk menjaga daya saing dan keberlanjutan pertumbuhan sektor industri manufaktur di tengah ketidakpastian ekonomi global dan gempuran produk impor. Salah satu langkah yang diambil adalah mencabut Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) 36 Tahun 2023 junto Permendag Nomor 8 Tahun 2024 dan menerbitkan sembilan Permendag baru.
Kebijakan ini merupakan langkah awal deregulasi yang bertujuan menyederhanakan proses perizinan, sebagai acuan bagi Kementerian/Lembaga untuk melakukan self-assessment dan meninjau kembali proses perizinan yang ada, sesuai arahan Presiden Prabowo Subianto.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyatakan bahwa langkah ini diharapkan dapat memberikan ruang bagi pelaku usaha agar tetap kompetitif dan memenuhi permintaan pasar yang dinamis. “Ini juga sebagai bentuk adaptasi terhadap tantangan global, termasuk kontraksi pasar ekspor, serta untuk memastikan ketersediaan bahan baku dan barang penolong bagi industri nasional,” ujar Agus dalam keterangan resminya di Jakarta, Selasa (1/7).
Agus menambahkan, percepatan deregulasi sangat penting agar sejalan dengan arah pembangunan industri nasional yang mandiri dan berdaya saing. “Membangun industri nasional bukan hanya soal mendirikan pabrik atau meningkatkan investasi, tetapi juga menanamkan nilai kebersamaan dan pemberdayaan sumber daya manusia,” jelasnya.
Ia juga mengapresiasi langkah deregulasi yang diiringi dengan komitmen pemerintah untuk terus melakukan upaya perbaikan secara komprehensif. “Dalam kondisi global saat ini, Kementerian/Lembaga harus memastikan bahwa proses perizinan tidak menghambat, membuat birokrasi panjang, dan biaya tinggi,” tegasnya.
Dalam Konferensi Pers Deregulasi Kebijakan Impor dan Kemudahan Berusaha di Kementerian Perdagangan (Kemendag) pada Senin (30/6), Wakil Menteri Perindustrian Faisol Riza mengungkapkan bahwa aspirasi para pelaku industri akan menjadi dasar sinergi lintas kementerian agar kebijakan yang diterapkan lebih adil dan berpihak pada sektor riil. Kemenperin telah berdiskusi dan mendapatkan masukan dari berbagai asosiasi industri, termasuk Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) dan Gabungan Pengusaha Elektronik (Gabel).
Faisol menekankan pentingnya percepatan penerbitan pertimbangan teknis impor produk tekstil dan produk tekstil (TPT). “Industri TPT kita menunjukkan tren positif, dengan pertumbuhan 4,64% pada Triwulan I 2025 (y-o-y). Ekspor TPT pada 2024 juga meningkat 2,49% menjadi 11,96 miliar dolar AS,” ujarnya.
Industri TPT merupakan sektor padat karya yang menyerap lebih dari 3,97 juta tenaga kerja per Agustus 2024, atau 19,9% dari total tenaga kerja di sektor manufaktur. Kebijakan impor yang tepat diharapkan dapat menjaga kontribusi besar sektor ini terhadap perekonomian nasional. (**)