Medan – Subur Yadi, pengerajin sandal wanita di Jalan Seto, Medan, berjuang untuk bertahan di tengah persaingan pasar yang semakin ketat. Selama lebih dari dua puluh tahun beroperasi, Subur telah dikenal baik di kalangan penjual sandal di Medan maupun di luar kota.
Namun, pasar bebas yang diterapkan pemerintah membuatnya semakin sulit untuk bersaing. “Harga produksi naik, dan kami harus menyesuaikan harga jual sandal dengan kondisi pasar,” ungkap Subur. Pada Rabu, (09/10/24).
Dia menambahkan bahwa meski pangsa pasar di luar kota masih terbilang baik, mereka harus kuat dalam hal modal, terutama karena sistem pembayaran yang lama.
Subur juga mencatat bahwa permintaan untuk sandal saat ini menurun. “Selama dua minggu terakhir, saya tidak mengirim barang ke grosir di luar kota, padahal biasanya saya antar dua kali seminggu,” ujarnya.
Sebagai industri rumahan, Subur merasa terancam oleh produk pabrikan yang lebih besar. “Kami terpinggirkan karena kurangnya pengawasan antara produk home industri dan pabrikan,” keluhnya.
Dia berharap ada dukungan dari pemerintah dalam bentuk bantuan modal agar usaha mereka dapat terus berjalan.
Senada dengan Subur, Bustami, yang dulunya juga pengerajin sandal, kini telah menghentikan produksinya. Ia beralih bekerja sama dengan pihak lain karena keterbatasan modal dan persaingan yang ketat.
“Saya rasa banyak pelaku home industri di Medan mengalami nasib yang sama,” katanya.
Keluhan dan harapan para pengerajin sandal ini menunjukkan tantangan yang dihadapi industri kecil di tengah situasi ekonomi yang tidak menentu. (Btm)