Medan – Teknologi medis modern seperti kecerdasan buatan, robot bedah, hingga telemedicine kini mulai diterapkan di sejumlah rumah sakit di Indonesia. Inovasi tersebut menjadi bagian dari transformasi digital sektor kesehatan nasional yang dinilai dapat meningkatkan kualitas pelayanan medis secara cepat, akurat, dan terjangkau.
Pakar kesehatan sekaligus akademisi, dr Zaim Anshari, M.Pd., M.Kes., M.Biomed., D.Bioeth, menyatakan bahwa dunia medis sedang mengalami revolusi besar. Teknologi-teknologi terbaru yang sebelumnya hanya hadir di negara maju kini mulai merambah ke dalam sistem pelayanan kesehatan di tanah air.
“Jika dulu dokter hanya mengandalkan stetoskop, tensi meter, rontgen manual, dan hasil lab konvensional, kini ada dukungan dari kecerdasan buatan yang bisa menganalisis hasil CT scan dan MRI dengan akurasi sangat tinggi,” ujarnya dalam keterangannya, pada Jumat (13/9).
Penerapan Artificial Intelligence (AI) disebut mampu membantu dokter dalam mendeteksi dini berbagai penyakit seperti kanker dan tuberkulosis. AI dinilai lebih cepat dalam mengenali pola-pola yang sulit dideteksi oleh mata manusia.
Sejumlah rumah sakit di Indonesia telah mulai melakukan uji coba penggunaan AI dalam radiologi dan hasilnya positif. Waktu diagnosis menjadi lebih cepat, tenaga medis terbantu, dan pasien dapat memperoleh penanganan lebih awal.
Layanan telemedicine juga menjadi tren yang terus berkembang pasca pandemi COVID-19. Dengan teknologi ini, masyarakat bisa berkonsultasi dengan dokter hanya melalui ponsel pintar, tanpa harus datang ke rumah sakit.
Hal tersebut memudahkan akses bagi masyarakat di daerah terpencil yang minim fasilitas dan tenaga medis. Namun, menurut Zaim, tantangan terbesar layanan ini adalah perlindungan data pribadi pasien dan kestabilan jaringan internet nasional.
Inovasi lain yang turut mendukung gaya hidup sehat adalah penggunaan wearable device seperti smartwatch. Perangkat mampu memantau tekanan darah, detak jantung, kadar oksigen, hingga kualitas tidur pengguna.
Teknologi memungkinkan pasien, terutama penderita penyakit kronis seperti hipertensi, untuk memantau kondisi mereka secara real time. Bahkan, data dari perangkat tersebut dapat dikirim langsung ke dokter untuk dianalisis lebih lanjut.
Teknologi robotika juga mulai diadopsi di ruang operasi beberapa rumah sakit besar. Robot bedah menawarkan keunggulan dalam hal presisi, luka sayatan yang lebih kecil, dan waktu pemulihan yang lebih singkat.
Meski masih terbatas karena tingginya biaya investasi, tren ini diprediksi akan terus berkembang dalam 5 hingga 10 tahun ke depan. Robot bedah diyakini akan menjadi solusi untuk tindakan medis yang membutuhkan akurasi tinggi.
Selain itu, perkembangan bioteknologi membuka peluang pengobatan baru bagi penyakit genetik dan kanker. Setelah kesuksesan vaksin mRNA dalam penanganan COVID-19, penelitian kini difokuskan pada pengembangan terapi gen dan pengobatan personalisasi (personalized medicine).
Zaim menyebut, jika Indonesia mampu berinvestasi di bidang ini, maka penyakit-penyakit yang selama ini dianggap tidak dapat disembuhkan berpotensi memiliki solusi klinis di masa mendatang.
Meskipun prospek teknologi kesehatan di Indonesia menjanjikan, masih terdapat sejumlah tantangan yang perlu diselesaikan, terutama terkait regulasi, infrastruktur, dan literasi digital masyarakat.
“Teknologi medis tidak akan menggantikan dokter, tapi memperkuat pelayanan kesehatan agar lebih merata dan efisien. Tantangannya sekarang adalah bagaimana Indonesia menyiapkan regulasi dan infrastruktur pendukung yang memadai,” tambah Zaim.
Transformasi digital dalam sektor kesehatan membuka peluang besar bagi Indonesia untuk meningkatkan kualitas layanan kesehatan secara nasional. Dengan dukungan kebijakan, investasi, dan edukasi masyarakat, masa depan kesehatan berbasis teknologi bukan lagi mimpi tetapi sudah mulai hadir hari ini. (Red)