Medan – Di tengah hiruk-pikuknya aktivitas harian di Jalan H.M Joni, tepat di seberang Toko Buku Salemba, Kota Medan, berdiri sebuah warung kopi sederhana namun penuh makna. Warung Kopi (Warkop) Udin, begitu masyarakat mengenalnya, telah menjadi persinggahan favorit bagi para sopir angkutan kota, pengemudi ojek daring (Gojek), hingga warga sekitar yang ingin menikmati secangkir kopi hangat sambil bertukar cerita. Warung ini bukan sekadar tempat menikmati minuman, tetapi juga menyimpan kisah perjuangan dan ketekunan dari sosok pemiliknya.
Udin, pria berusia 61 tahun, telah menekuni dunia usaha kecil sejak masa mudanya. Dengan meja kayu dan bangku seadanya, ia menghidupi keluarganya dari hasil berdagang kopi dan makanan ringan. “Sudah dua puluh tahun saya berjualan warung kopi di sini. Bukan tempat besar, tapi dari sinilah semua harapan saya untuk anak-anak tumbuh,” ujar Udin dengan mata berkaca-kaca saat diwawancarai awak media pada Jumat, (25/07/25).
Yang membanggakan, dari usaha warkop yang dikelolanya secara mandiri, Udin mampu menyekolahkan keempat anak laki-lakinya. Salah satu anaknya telah berhasil menyelesaikan pendidikan sarjana (S1), sementara dua lainnya masih menjalani proses pendidikan, termasuk anak kedua yang saat ini menempuh kuliah di sebuah perguruan tinggi Islam, Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Al-Hadit, di Pulau Jawa. Anak tersebut mendapatkan beasiswa untuk menempuh pendidikan di bidang dakwah Islam.
“Saya bersyukur, dari hasil warkop anak-anak saya bisa bersekolah. Saya tidak punya pekerjaan besar, tapi saya yakin jika usaha dijalani dengan ikhlas, Allah akan bantu sisanya,” ungkap Udin sembari melayani pelanggan yang datang silih berganti.
Warung kopi Udin bukan hanya menjadi tempat singgah, melainkan simbol ketekunan seorang ayah yang pantang menyerah. Udin menuturkan bahwa keberhasilan anak-anaknya dalam pendidikan merupakan kebahagiaan terbesar yang tak bisa diukur dengan materi.
“Saya hanya ingin mereka jadi orang yang berguna. Tidak perlu kaya raya, tapi bermanfaat untuk bangsa, agama, dan keluarga. Itu saja sudah cukup,” katanya dengan nada haru.
Meski penuh kebanggaan, Udin tak menampik bahwa dirinya juga menyimpan kekhawatiran. Dalam kondisi ekonomi yang semakin menantang dan lapangan kerja yang kian sempit, ia berharap pemerintah bisa memberikan perhatian khusus, terutama bagi lulusan perguruan tinggi yang berasal dari kalangan masyarakat kecil.
“Harapan saya, kalau nanti anak-anak sudah selesai kuliah, pemerintah bisa bantu memberi kemudahan agar mereka bisa dapat kerja. Sekarang susah sekali cari pekerjaan, apalagi yang sesuai dengan ilmu mereka. Anak saya kuliah di bidang dakwah, mudah-mudahan bisa menyiarkan agama Islam dan punya masa depan yang baik,” ucap Udin, menyampaikan harapannya dengan penuh ketulusan.
Cerita Warkop Udin bukanlah kisah besar di panggung nasional, tetapi di tengah denyut kota Medan, kisah ini menjadi napas harapan dan inspirasi bagi banyak orang. Sebuah bukti nyata bahwa dengan tekad, kejujuran, dan ketulusan, sebuah warung kecil pun bisa menjadi jembatan menuju masa depan yang lebih cerah.




























