Medan – Sebuah video yang beredar di media sosial, khususnya di akun Instagram @astrioktasari, menunjukkan dua pria yang mengendarai sepeda motor mencoba memberhentikan seorang pengendara motor wanita. Kedua pria tersebut diduga merupakan mata elang atau debt collector (DC). Video ini telah menarik perhatian banyak pengguna media sosial, dengan jumlah tayangan mencapai lebih dari 2.400 dalam waktu dua jam, pada Kamis (10/04/2025).
Dalam video tersebut, diinformasikan bahwa pengendara motor wanita tersebut telah membeli kendaraannya secara tunai sejak tahun 2016. Aksi yang terlihat dalam video tersebut menyebabkan keresahan di kalangan masyarakat, terutama terkait praktik penagihan yang dilakukan oleh oknum DC.
Ketua Lembaga Perlindungan Konsumen Garda Konsumen Nasional (LPK-GKN), Hidayat Tanjung, menilai bahwa tindakan tersebut dapat menimbulkan ketidaknyamanan dan rasa tidak aman di masyarakat. Ia meminta aparat penegak hukum untuk segera mengambil tindakan demi menciptakan rasa aman bagi masyarakat.
“Terkait dengan adanya debt collector untuk penagihan kendaraan yang terlambat bayar, sudah ada regulasinya dalam bentuk undang-undang, seperti UU Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia dan Perkap Nomor 8 Tahun 2011,” ungkap Hidayat saat dihubungi pada Kamis (10/04/2025).
Hidayat menjelaskan bahwa aturan hukumnya sudah jelas. Apabila terdapat keterlambatan pembayaran oleh debitur, kreditur harus memberikan somasi kepada debitur. Jika debitur tidak kooperatif untuk menyelesaikan masalah tersebut, kreditur dapat mengajukan gugatan wanprestasi kepada pengadilan.
“Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusannya nomor 18 tahun 2019 menyatakan bahwa eksekusi jaminan fidusia harus melalui tahapan yang sama dengan eksekusi putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap. Jika debitur tidak mau memberikan secara sukarela, maka harus ada ketetapan putusan pengadilan,” tambah Hidayat.
Ketua LPK-GKN, Hidayat Tanjung, juga meminta kepada pihak kepolisian untuk menindak para oknum debt collector yang merugikan konsumen. Ia menegaskan bahwa pengambilan kendaraan secara paksa di jalan merupakan perbuatan melawan hukum.
Aksi ini diharapkan tidak hanya menjadi perhatian masyarakat, tetapi juga menjadi sinyal bagi pihak berwenang dalam menegakkan hukum dan melindungi konsumen dari praktik penagihan yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. (Soni)