Bekasi – Penghentian program Layanan Kesehatan Masyarakat Berbasis NIK (LKM-NIK) atau dulu bernama KS-NIK pada 1 April 2022 mendatang, oleh Pemerintah Kota Bekasi, mendapat tanggapan negatif dari berbagai kalangan masyarakat.
Di mana LKM-NIK yang sempat menjadi program unggulan pasangan Rahmat Effendi-Tri Adhianto pada Pilkada lalu, dihentikan dengan mendadak oleh Plt Wali Kota Bekasi Tri Adhianto.
Pemkot Bekasi melalui Plt Wali Kota Bekasi Tri Adhianto mengambil kebijakan bahwa pasien LKM-NIK agar diintegrasikan ke dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional.
Padahal pasien yang saat ini sedang dalam perawatan, baik rawat jalan maupun rawat inap yang menggunakan fasilitas LKM-NIK menjadi panik dan putus asa.
Terkait dengak kebijakan Pemkot Bekasi tersebut, Sekretaris PDK Kosgoro Kota Bekasi yang juga Praktisi Kesehatan di Kota Bekasi, Ikhsan Nurjamil, menyayangkan adanya kebijakan Plt Wali Kota Bekasi yag dinilai kontroversi tersebut.
Menurut Ikhsan bahwa program pemerintah terkait dengan LKM-NIK yang sangat erat hubunganya dengan hajat hidup orang banyak, Pemkot Bekasi tidak bisa serta merta merubah dan mengganti tanpa ada transisi serta sosialisasi yang cukup.
“Bisa dibayangkan hari ini, seorang pasien LKM-NIK yang wajib cuci darah, namun tiba-tiba dia tidak bisa dilayani. Si Pasien harus mengurus BPJS, yang kita tahu bersama membutuhkan waktu dan juga biaya,” tegas Ikhsan.
Ikhsan mengatakan, seharusnya Plt Wali Kota bisa menugaskan Asisten Daerah (ASDA) 2 Pemkot Bekasi untuk mendata secara rinci pasien LKM-NIK di Dinas Sosial dan Dinas Kesehatan.
Sehingga, lanjut Ikhsan, Pemkot Bekasi akan tahu berapa pasien aktif yang saat ini sedang menggunakan fasilitas LKM-NIK. Selanjutnya dibuat proses peralihannya, terlebih lagi pasien yang sedang rawat inap.
“Semua pasien LKM-NIK Pemkot Bekasi urus semua pembayaran iuran BPJS-nya, bereskan pula administrasinya hingga mendapat kartu BPJS. Tidak bisa main potong seperti ini untuk sebuah kebijakan publik,” papar Ikhsan, Jumat (25/3/2022).
Belum lagi, kata dia, terkait dengan edaran yang mengharuskan semua pasien LKM-NIK saat ini untuk beralih pengobatan kepada Rumah Sakit milik pemerintah.
“Aturan ini untuk pasien yang mana, apakah pasien yang saat ini sedang dirawat di Rumah Sakit swasta harus pindah atau bagaimana,” ujarnya.
Selain terkait Alkes dan sarana pra sarana, Ikhsan juga mempertanyakan kesiapan RSUD saat mendapat kelimpahan pasien secara mendadak.
“Hal-hal inilah yang harus diperhitungkan oleh Plt Wali Kota dalam mengambil kebijakan,” pungkasnya.
Sementara itu, Humas Pemerintah Kota Bekasi dalam keterangannya menyatakan, bahwa terkait LKM-NIK tetap berjalan. Hanya saja untuk layanan peserta LKM difokuskan di Rumah Sakit Pemerintah guna mengoptimalkan fungsi Rumah Sakit Pemerintah.
Adapun Rumah Sakit plat merah yang direkomendasi oleh Pemkot Bekasi adalah:
1. RS Chasbullah Abdul Madjid, 2. RSUD Kelas D Pondok Gede, 3. RSUD Kelas D Bantar Gebang, 4. RSUD Kelas D Jati Sampurna, 5. RSUD Kelas D Bekasi Utara.
Sementara itu, Sasaran LKM NIK itu sendiri adalah masyarakat Kota Bekasi yang tidak mempunyai jaminan layanan kesehatan. Sementara untuk pelayanan kasus-kasus khusus dan kasus ODGJ agar dilakukan di RSUD di luar Kota Bekasi.
Oleh karenanya, Pemkot merekomendasikan beberapa RS di luar Kota Bekasi yaitu:
1. RSCM Jakarta, 2. RSJP Harapan Kita Jakarta, 3. RS Jiwa dr Soeharto Heerdjan Jakarta, 4. RS dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor.
Adapun dasar pengintegrasian kepesertaan pelayanan jaminan kesehatan LKM-NIK ke dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional yaitu:
1. Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan pasal 102 yang berbunyi: “Pemerintah Daerah yang menyelenggarakan jaminan kesehatan daerah wajib mengintegrasikan kedalam program Jaminan Kesehatan yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan”
2. Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2022 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional. Kendati demikian, pemerintah Kota Bekasi akan mengintegrasikan program tersebut secara bertahap. (ma)